Powered By Blogger

Laman

Tuesday 11 January 2011

Kwashiorkor

SKENARIO: PROTEIN ENERGY MALNUTRISI

Seorang lelaki umur 1 tahun 11 bulan masuk rawat inap di Rumah Sakit karena demam dan batuk berulang 6 bulan terakhir. Sekarang dengan sesak nafas , nafsu makan sangat kurang. Kaki , tungkai serta perut membengkak secara berangsur 1 bulan ini. Anak mencret berulang dan berlanjut ,kadang tinja di disertai darah dan lendir . Kondisi sosio-ekonomi kurang. Kontak denga penderita Tbc Paru tidak jelas.

Pemeriksaan fisik : Anak tampak sakit berat , gizi buruk , apati .BB 8,1 kg , PB 76 cm . Nampak sesak , pernapasan cuping hidung, takhipnu, retraksi, sianosis. Paru ronkhi basah halus namun tidak jelas . Jantung dlam batas normal . Nampak muka, telapak tangan dan kaki pucat. Hati 3 cm b.a.c dan limpa SI. Edema dorsum pedis dan
pretibial serta tungkai atas dan ascites . Skor dehidrasi 10.

Kelengkapan anamnesis , diagnosis kerja, pemeriksaan labolatorium dan penunjang yang esensial untuk diagnosis dan penanganan , analisis kemungkinan penyakit penyerta dan penunjang esensial untuk diagnosis dan penanganan , analisis kemungkinan penyakit penyerta dan komplikasi , serta penatalaksanaan, menjadi bagian dari tugas diskusi dan penyelesaian masalah .

1. Kata Sulit

* Takhipneu = pernapasan yang lebih dari normal
* Sianosis = diskolorisasi kebiruan pada kulit dan membrane mukosa
* Ascites = akumulasi cairan serosa berlebih pada cavum peritoneum

2. Kata/Kalimat Kunci

* Anak laki- laki 23 bln MRS
* Demam dan batuk berulang 6 bln terakhir
* Sekarang dengan sesak nafas
* Nafsu makan sangat kurang
* Kaki tungkai serta perut membengkak berangsur 1 bln
* Mencret berulang dan berlanjut
* Sosial ekonomi kurang
* Riwayat kontak dengan TB tdak jelas



Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi

KU= sangat berat

* Gizi buruk
* Apati
* BB 8,1 kg, PB 76 cm, nampak sesak
* Pernafasan cuping hidung , retraksi , takipneu , sianosis
* Muka telapak tangan kaki pucat



Palpasi :

* Limpa S1 à Splenomegali
* Edema dorsum pedis, pretibial dan tungkai
* Ascites à koreksi edema 20%



Perkusi :

* Jantung batas normal
* Hepar 3 cm b.a.c à Hepatomegali



Auskultasi :

* Paru ronkhi basah halus à udara melewati sekret/mukus/cairan


Skor dehidrasi 10 à artinya dehidrasi ringan – sedang

3. Pertanyaan


1. Bagaiman Satus gizi anak tsb?


Data antropometrik anak = BB 8,1 Kg, PB 76 cm
Anak disertai edema dorsum pedis, pretibial, tungkai atas dan ascites, sehingga untuk mendapatkan berat badan actual anak perlu dilakukan korekse terhadap edema. Berdasarkan gambaranklinik dan keadaan umum anak, dilakukan koreksi edema 20%.
Koreksi edema = 8,1 kg x 20%
= 1,62 kg
Jadi, BB actual anak = 8,1 Kg – 1,62 kg
= 6,48 kg
Sehingga berdasarkan growth chart:
BB/U = 6,48 kg / 12,5 kg x 100% = 51,84% gizi buruk
TB/U = 76 cm / 87 cm x 100% = 87,35% 
BB/TB= 6,48 / 10,3 x 100% = 63%  gizi buruk
Keadaan gizi / Klasifikasi PEM : BERAT BADAN EDEMA W / H
Gizi normal > 80 %

-
N
PEM ringan + sedang
(gizi kurang) Underweight atau
Undernourished atau
Undernutrition 60 – 80 % ( - )
PEM berat
(gizi buruk) Kwashiorkor 60 – 80 % ( + )
Marasmic-kwashiorkor < 60 % ( + ) Marasmus < 60 % ( - ) Nutritional dwarfism < 60 % ( - ) N 2. Etiologi protein energi malnutrisi ? * Social-ekonomi o Pekerjaan orang tua menunjukkan pendapatan keluarga. o Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim. o Keadaan keluarga (besarnya, huubungan, jarak kelahiran) * Penyakit infeksi o Menurut Schrimshaw, et al (1959) terdapat hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi o Terdapat interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi. o Infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi * Konsumsi makanan Pengukuran konsumsi makanan penting untuk: * Mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat * Berguna untuk mengukur status gizi * Menemukan faktor diit yang dapat menyebabkan malnutrisi * Pengaruh budaya * Sikap terhadap makanan lebih banyak pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat sehingga konsumsi makanan menjadi rendah. Adanya tabu mengkonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tersebut Misal ibu hamil tabu mengkonsumsi ikan * pencernaan * Kelahiran anak jarak terlalu dekat dan jumlah anak terlalu banyak mempengaruhi asupan zat gizi dalam keluarga * Produksi pangan yang masih tradisional sehingga hasil produksi rendah * Pelayanan kesehatan dan pendidikan yang kurang o Jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang terbatas begitu pula dengan tenaga kesehatan yang masih kurang o Tingkat pendidikan orang tua yang kurang sehingga pengetahuan mengenai kebutuhan makanan yang bergizi sangat kurang pula. 3. Mekanisme semua gejala dan hubungannya ? * Hepatomegali Hepatomegali terjadi akibat tidak dapat terangkutnya trigliserida dalam hati akibat gangguan pembentukkan lipoprotein β sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak terganggu sehingga terjadi perlemakan hari yang menyebabkan hepatomegali. * Splenomegali Penurunan protein pengangkut lemak (α-lipoprotein ᵝ) menyebabkan kelainan komposisi dinding sel darah merah, sehingga umur sel darah merah lebih pendek menyebabkan destruksi sel darah merah yang berlebihan dan menyebabkan spleen bekerja lebih keras untuk produksi sel darah merah. * Edema dorsum pedis, pretibial, tungkai atas dan ascites Edema pada anak ini terjadi karena intake protein yang rendah menyebabkan berkurangnya asam amino dalam serum. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hepar. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, albumin merupakan salah satu protein darah. Apabila kadar albumin dalam darah menurun makan akan menyebabkan turunnya tekanan osmotic dan naiknya permeabilitas pembuluh kapiler darah sehingga plasma darah keluar menuju jaringan disekitarnya dengan dipengaruhi oleh gravitasi dan resistensi jaringan. * Diare dan dehidrasi Diare pada anak ini dapat terjadi karena beberapa hal: o Pada anak gizi buruk produksi enzim pencernaannya menurun(defisiensi enzim) sehingga menggangu penyerapan makanan. o Pada anak dengan gizi buruk juga terjadi penurunan sintesis protein structural sehingga menyebabkan atrofi otot termasuk atrofi otot dan villi mukosa usus. Hal ini juga menggagu penyerapan makanan dan menyebabkan anak diare. o Anak dengan gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga anak mudah terkena infeksi. Pada anak ini kemungkinan juga terkena infeksi pada saluran pencernaan, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, dan virus. Pada anak dengan gizi buruk lebih sering terkena infeksi parasit. Usus terdiri atas lapisan mukosa dan submukosa serta otot. Jika mikroorganisme (bakteri, parasit) menginvasi lapisan mukosa dari usus halus yang terdiri atas sel goblet maka akan menyebabkan diare yang berlendir sementara jika invasi hingga kejalinan kapiler darah pada lapisan submukosa maka akan menyebabkan diare yang disertai darah. Diare yang sering dan berlanjut dapat menyebabkan dehidrasi pada anak karena pada diare tidak terjadi penyerapan cairan dan elektrolit sehingga anak kekurangan cairan dan elektrolit. Pada scenario diketahui bahwa skor dehidrasi pada anak ini 10, yang berarti anak menderita dehidrasi ringan-sedang. Untuk menilai derajat dehidrasi digunakan table berikut: Pem.Gejala Klinik 1 2 3 Kesadaran umum Baik Gelisah Renjatan Mata Normal Cekung Sangat cekung Mulut Normal Kering Sangat kering Pernapasan 20-30x/menit 30-40x/menit 40-60x/menit Turgor Baik Kurang Jelek Nadi Kuat/<120x/menit 120-140x/menit >140x/menit

Derajat dehidrasi


Skor 6 (diare tanpa dehidrasi)


Skor 7-12 (Diare dehidrasi ringan/sedang)


Skor ≥ 13 (Diare dehidrasi berat)



o Sesak, batuk, takhipneu, pernapasan cuping hidung, dan sianosis


Anak penderita gizi buruk sangat rentan dengan infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah. Hal ini yang mendukung sehingga pada anak terjadi infeksi saluran pernapasan, infeksi ini menimbulkan reaksi radang sehingga menimbulkan reaksi dari sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator-mediator radang seperti histamine dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Hal ini menyebabkan anak menjadi sesak, sesak ini kemudian dikompensasi oleh tubuh dengan pernapsan yang cepat (takhipneu) dan pernapsan cuping hidung. Saturasi oksigen yang rendah ini menyebabkan oksigen yang dihantarkan hingga ke jaringan rendah dan menyebabkan anak mengalami sianosis.

4. Langkah – langkah mendiagnosis ?
1. Anamnesis


Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan riwyat dietetic anak, penyakit yang pernah diderita, status ekonomi orang tua. Dengan anamnesis ini juga kita membedakan apakah anak ini menderita malnutrisi primer atau sekunder.

2. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi = dapat kita lihat fisik penderita secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain edema dan kurus, pucat,moon face, kelainan kulit misalnya hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis.
2. Palpasi = apakah terdapat hepatomegali? Dan atau splenomegali?m edemanya apakah pitting edema atau non pitting edema?, untuk pemeriksaan derajat dehidrasi periksa turgor kulit dengan mencubit kulit di bawah pusat.
3. Pemeriksaan penunjang


Untuk pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang penting diperhatikan berupa:

 tes darah (Hb, glukosa, protein serum, albumin)

 kadar enzim pencernaan

 biopsi hati

 pem. tinja & urin

Perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan makanan,tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut.

5. Diagnosis kerja?


Berdasarkan data dari scenario diagnosis kerja kami adalah

Anak ini menderita Kwashiorkor dengan penyakit penyerta bronkhopneumoni, gangguan saluran cerna (diare kronik), dan suspek anemia.

KWASHIORKOR

DEFINISI

kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan,depigmentasi,hyperkeratosis.

Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan bidang industrinya.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya.

Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus

ETIOLOGI

Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-3 tahun ,namun dapat pula terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.

Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.

Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain memepersulit pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang baik.Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronik,kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein , seperti yanga didapatkan pula pada penyakit hati yang kronis.


INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Kwashiorkor dijumpai terutama pada golongan umur tertentu yaitu bayi pada masa menyusui dan pada anak prasekolah, 1 hingga 3 tahun yang merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh sebaik-baiknya. Sindrom demikian kemudian dilaporkan oleh berbagai negeri terutama negeri yang sedang berkembang seperti Afrika, Asia, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan bagian-bagian termiskin di Eropa (1,2). Penyakit ini banyak terdapat anak dari golongan penduduk yang berpenghasilan rendah. Ini dapat dimengerti karena protein yang bermutu baik terutama pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein, susu, keju, telur, daging, dan ikan. Bahan makanan tersebut cukup mahal , sehingga tidak terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Akan tetapi faktor ekonomi bukan merupakan satu-satunya penyebab penyakit ini. Ada berbagai protein nabati yang bernilai cukup baik, misalnya kacang kedele, kacang hijau, dan sebagainya, akan tetapi karena tidak diketahui atau tidak disadari, bahan makanan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya (2). Pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan, cara pemeliharaan anak, disamping ketakhyulan merupakan faktor tambahan dari timbulnya penyakit kwashiorkor. Keadaan higiene yang buruk, sehingga mereka mudah dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya diare mempercepat atau merupakan trigger mechanisme dari penyakit ini.

PATOGENESIS

Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun, kekurangan protein dalam dietnya akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.

Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema (1,2).

Perlemakan hati disebabkan gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar mencakup letargi,apati, dan iritabilitas. Manifestasi lanjut yang berkembang dapat berupa pertumbuhan yang tidak memadai, kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot, menjadi lebih peka terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan berkurang ,jaringan bawah kulit mengendor dan lembek serta ketegangan otot menghilang. Pembesaran hati dapat terjadi secra dini atau kalau sudah lanjut, infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema biasanya terjadi secara dini,kegagalan mencapai penambahan BB ini dapat terselubungi oleh edema yang terjadi ,yang kerap kali telah terdapat pada organ-organ dalam,sebelum ia dapat terlihat pada muka dan anggota gerak.

1. Wujud Umum


Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.

1. Retardasi Pertumbuhan


Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.

1. Perubahan Mental


Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.

1. Edema


Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH (2).

1. Kelainan Rambut


Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang.

1. Kelainan Kulit


Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan (4,5). Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi (1,2).

1. Kelainan Gigi dan Tulang


Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.

1. Kelainan Hati


Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik (2).

1. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang


Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen (2).

1. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain


Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan.

1. Kelainan Jantung


Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia (2).

1. Kelainan Gastrointestinal


Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita (5,6). Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus (2).

Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.

DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis kwashiorkor ini bias kita lihat melalui pemeriksaan fisis dan pemeriksaan laboratorium. Dari pemeriksaan fisis yang pertama adalah inspeksi, dapat kita lihat fisik penderita secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara lain edema dan kurus, pucat,moon face, kelainan kulit misalnya hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis. Pada palpasi ditemukan hepatomegali.

Sementara untuk pemeriksaan laboratorium ada beberapa hal yang penting diperhatikan berupa :

 tes darah (Hb, glukosa, protein serum, albumin)

 kadar enzim pencernaan

 biopsi hati

 pem. tinja & urin

perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan makanan,tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut.

Kadar glukosa darah yang rendah,pengeluaran hidrosiprolin melalui urin,kadar asam amino dalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan dengan asam-asam amino yang tidak essensial dan dapat pula ditemukan aminoasiduria meningkat.

Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat juga penurunan aktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi kadarnya akan kembali menjadi normal segera setelah pongobatan dimulai,

BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sring terjadi pada bayi atau orang tua.

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hamper 80 sampai 90% kematian balita akibat serangan ISPA dan pneumonia.

Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari empat tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hamper selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi pada setiap tahunnya menyerang sekitar 1% penduduk Amerika. Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotic, pneumonia tetap sebagai penyebab terbanyak dari kematian di Amerika.

ETIOLOGI

Penyebab bronkopneumonia yang iasa dijumpai adalah factor infeksi (tersering):

* Bakteri : pneumococcus, Streptococcus, Stafilokokkus, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosis.
* Virus : respiratory synctitial virus, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza B.
* Jamur : histoplasmosis, Candida albicans, Aspergillus, dll.


PATOGENESIS

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan. Pneumokokkus ummunya mencapai alveoli lewat percikan mucus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.

Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer:

* Aspirasi secret yang berisi mikroorganisme pathogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
* Inhalasi aerosol yang infeksius
* Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.


Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, factor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :

1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
4. Refleks batuk
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.


Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3

Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7

A. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

B. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

D. Stadium IV (7 – 12 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

GAMBARAN KLINIS

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.

Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.

 Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

 Peningkatan LED.

 Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

 Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis meyabolik.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :

* Pneumonia sangat berat :


bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

* Pneumonia berat :


bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

* Pneumonia :


bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

o > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan o > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun

* Bukan Pneumonia :


hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika

PENATALAKSANAAN

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 – 5 hari.3

Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :3,7

* Bed rest

* Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.

* Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.

* Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

* Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :

* Untuk kasus pneumonia community base :


- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

- Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian

* Untuk kasus pneumonia hospital base :


- Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

- Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

* Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri

* Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral

* Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.


DIARE DAN SUSPEK ANEMIA

Alasan sehingga kami mendiagnosa anak ini diare kronik berdasarkan anamnesis yang diperolrh bahwa anak ini mencret berulang dan berlanjut.

Suspek anemia, kami mengambil diagnose ini berdasarkan hasil inspeksi pada anak yang Nampak pucat pada muka, telapak tangan dan kaki. Tapi, untuk memastikan anak ini anemia perlu dilakukan pemeriksaan Hb.

6. Bagaimana penatalaksanaan dari anak ini ?



Fase Stabilisasi ( hari 1-3 atau sampai hari 7)

* Energi 80-100 kkal /kgBB/hari , Protein sbnyk 1-1,5 gr/kgBB/Hari
* Cairan 130 atau 100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema berat
* Vit. A 1- 5 thn 200.000 SI
* Vit. C 1- 3 thn 40 mg
* Vit. B comp 1 tab/hari
* Asam folat 5mg/hari pd hari I,slnjutnya1 mg/hari


Fase transisi (hari 8-14)

* Energi 100-150 kkal /kgBB/hari , Protein sbnyk 2-3 gr/kgBB/Hari
* Cairan 150 ml/kgBB/hari
* Vit. A 1- 5 thn 200.000 SI
* Vit. B comp 1 tab/hari
* Asam folat 5mg/hari pd hari I,slnjutnya 1 mg/hari


Fase rehabilitasi (2-6 minggu)

* Energi 150-220 kkal /kgBB/hari , Protein sbnyk 3-4 gr/kgBB/Hari
* Cairan 150-200 ml/kgBB/hari
* Suplementasi Fe/besi ( berupa tablet besi /folat SO4 200mg +0,25mg asam folat atau sirup besi FeSO4 150 ml 1-3 mg elemental) diberikan setiap hari selama 4 minggu untuk anak usia 6 bulan sampai 5 tahun




Fase stabilisasi

Hari ke 1-2


Hari 3-7


Fase rehabilitasi

Minggu ke- 2-6

1. Hipoglikemia
2. Hipotermia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit
5. Infeksi
6. Mikronutrien
7. Makanan awal
8. Tumbuh kejar
9. Stimulasi sensoris
10. Persiapan pulang







tanpa Fe






Dengan Fe


7. Pencegahan dari penyakit yang diderita anak ini?


Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein (12 % dari total kalori). Senantiasa mengamalkan konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak dan protein bisa mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelei.

Disamping itu pemerintah juga perlu untuk melakukan promosi gizi untuk mewujudkan KADARZI (Keluarga Sadar Gizi).

8. Prognosis jika tidak di tangani ?


Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus-kasus gizi seperti kwashiorkor, umumnya dapat memberikan prognosis yang cukup baik. Penanganan pada stadium yang lanjut,walaupun dapat meningkatkan kesehatan anak secara umum, namun ada kemungkinannya untuk memperoleh gangguan fisik permanen dan gangguan intelektual. Sedangkan bila penanganan terlambat atau tidak memperoleh penanganan sama sekali, dapat berakibat fatal.
KESIMPULAN
Berdasarkan skenario dan hasil analisa kami , anak dalam skenario ini mengalami gangguan gizi buruk klasifikasi kwasiorkhor tapi untuk menegakkan diagnosis masih perlu di lakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi .











DAFTAR PUSTAKA

1. Buku saku pelayanan kesehatan ank di rumah sakit. 2010. DEPKES-RI
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Buku Kuliah ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985
3. Dr. Lisal Sp.A., Diktat Kuliah Ilmu Gizi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin

No comments:

Post a Comment